Penari Sintren, Tarian Cinta Bernuansa Mistis
Duniahobiku.com
- Penari sintren terkenal sebagai tarian
mistis, karena dalam peragaannya sang tokoh utama harus melalui serangkaian
ritual terlebih dahulu. Sang pawang harus menyeleksi gadis-gadis yang akan
memerankan tokoh ‘si putri’. Gadis-gadis ini haruslah gadis yang masih suci
(perawan), karena roh bidadari yang diundang dalam pementasan tari hanya mau
memasuki raga gadis yang masih suci.
Di
hadapan banyak penonton, si gadis manis bergaun penari tiba-tiba mulai
menjentikkan jari. Bunyi kendang mengiringi gerak si gadis. Sebagai pertanda
mulai kesurupan roh Dewi Lanjar, ia pun memutar sedikit kepalanya ke kiri dan
kanan. Lantas diiringi gerak tubuhnya, mulai dari leher hingga ke pinggul. Jika
Anda baru pertama melihat pertunjukan ini secara langsung. Anda akan bergidik
dengan aroma kemenyan yang dibakar pawang. Ritual memanggil roh Dewi Lanjar
tampak berhasil ketika si gadis berkacamata hitam tersebut mulai dengan gemulai
menari. Tanpa memperhatikan sekitarnya.
Masyarakat
Pantura bagian barat seperti daerah Indramayu, Brebes, Majalengka, Pekalongan,
dan Cirebon, menyebutnya sebagai pertunjukan sintren. Gabungan dua suku kata
“Si” dan “tren”. Si dalam bahasa Jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren”
berarti “tri” atau panggilan dari kata “putri”. Sehingga Sintren adalah ” Si
putri” yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional Sintren.
Berdasarkan hal inilah maka pemain utama tari sintren adalah seorang gadis yang
nantinya akan dimasuki roh bidadari.
Sebelum
pementasan tari, ada sederetan lelaku sebagai syarat yang harus dipenuhi, yaitu
:
• Pra-Pertunjukan. Tabuhan gamelan mulai
dimainkan, yang menandakan pementasan tari akan segera dimulai.
• Dupan. yaitu acara berdoa bersama-sama
diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya.
• Sintren. Sang pawang membawa calon
penari sintren bersama dengan 4 orang dayang sebagai lambang bidadari (Jawa :
Widodari 40) sebagai cantriknya sintren. Lalu sintren didudukkan oleh pawang
dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Penobatan
penari sintren dilakukan melalui tiga tahap, yaitu :
Tahap
pertama, pawang memegang kedua tangan calon penari sintren, kemudian diletakkan
di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra. Selanjutnya tubuh penari
sintren dililit dengan tali.
Tahap
Kedua, dalam keadaan terikat calon penari sintren dimasukkan ke dalam sangkar
(kurungan) ayam bersama busana sintren dan perlengkapan merias wajah. Ketika
kurungan dibuka, calon penari sintren sudah berdandan dalam keadaan terikat.
Tahap
Ketiga, kurungan mulai bergetar yang menandakan bahwa sintren sudah jadi. Pada
saat itu kurungan dibuka dan sintren sudah berpakaian lengkap dalam keadaan
tali terlepas. Ini menandakan bahwa sintren sudah siap menari.
• Balangan dan Temohan. yaitu pada saat
penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar (Jawa :
mbalang) sesuatu ke arah penari sintren. Setiap penari terkena lemparan maka
sintren akan jatuh pingsan. Pada saat itu, pawang dengan menggunakan
mantra-mantra tertentu kedua tangan penari sintren diasapi dengan kemenyan dan
diteruskan dengan mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari
datang lagi sehingga penari sintren dapat melanjutkan menari lagi. Sedangkan
temohan adalah penari sintren dengan nyiru/tampah atau nampan mendekati
penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang ala kadarnya.
• Paripurna, terdiri dari 3 tahap :
Tahap
pertama, penari sintren dimasukkan ke dalam kurungan bersama pakain biasa
(pakaian sehari-hari).
Tahap
kedua, pawang membawa anglo berisi bakaran kemenyan mengelilingi kurungan
sambil membaca mantra sampai dengan busana sintren dikeluarkan.
Tahap
ketiga, kurungan dibuka, penari sintren sudah berpakain biasa dalam keadaan
tidak sadar. Selanjutnya pawang memegang kedua tangan penari sintren dan
meletakkan di atas asap kemenyan sambil membaca mantra sampai sintren sadar
kembali.
Sejarah Tari Sintren
Para
wisatawan menyebut tari sintren sebagai The
Magic Dance atau tarian yang bernuansa magis/mistis. Berdasarkan penuturan
tokoh adat setempat, sintren merupakan cerita cinta bertemunya R.Sulandono
(putera Ki Bahurekso dan Dewi Rantamsari/Dewi Lanjar) dengan Sulasih, seorang
putri dari Desa Kalisalak. Hubungan keduanya tidak direstui oleh ayah R.
Sulandono.
Akhirnya
R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun
demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung. Pertemuan
tersebut terjadi di alam gaib dan diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan
roh bidadari ke tubuh Sulasih. Saat itulah R. Sulandono yang sedang bertapa
dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih. Maka terjadilah pertemuan di
antara Sulasih dan R. Sulandono.
Penari
sintren merupakan warisan budaya yang masih dilestarikan hingga kini oleh
masyarakat jawa khususnya daerah Cirebon dan menjadi salah satu daya tarik
wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Cirebon.