Mencari Tahu Keunikan Desa Waerebo Yang Di Cari Wisatawan
Duniahobiku.com
- Keunikan desa Waerebo membuat
banyak wisatawan lokal dan mancanegara penasaran ingin berkunjung ke desa misterius ini walaupun letaknya agak terpencil
dan berada jauh diatas gunung di ketinggian 1200 meter dari permukaan laut
sehingga dijuluki negeri diatas awan.
Apa yang menjadi daya tarik wisatwan berkunjung ke Waerebo? Tentunya ada
alasan kuat sehingga para wisatawan rela berjuang mencapai desa unik ini. Agar
tidak semakin penasaran langsung saja kita simak artikel selengkapnya dibawah
ini.
Letak Desa Waerebo
Desa
adat Waerebo terletak di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur
tepatnya di Desa Waerebi Kecamatan Satarmese. Posisinya berada di sebelah barat
daya dari Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kampung Adat
Waerebo terkenal akan keindahan alam sekitar yang berpadu dengan rumah adat
Nusa Tenggara Timur yang khas. Selain itu, kehidupan sehari-hari dari
masyarakatnya masih memegang teguh adat budaya lokal sehingga kita masih bisa
merasakannya saat berkunjung ke kampung diatas awan ini. Sebagai tambahan pengetahuan.
Kota Manggarai terbagi atas tiga kabupaten yakni Manggarai Timur, Manggarai dan
Manggarai Barat. Dimana hanya Desa Waerebo saja yang masih memegang status
sebagai Kampung Adat Tradisional di tiga kabupaten tersebut. Untuk mencapai
desa Waerebo kita harus mempersiapkan stamina yang baik karena harus ditempuh
selama 4-5 jam dan medannya pun cukup berat, tapi percayalah semuanya akan terbayar
dengan keindahan desa Waerebo.
perjalanan ke desa waerebo
Keunikan Desa Waerebo
Foto-foto
unik tentang Waerebo bertebaran di berbagai media sosial, membuat nama salah
satu tempat wisata di Flores ini kian dikenal masyarakat luas. Banyak orang
terpukau dengan keunikan rumah adatnya yang konon hanya ada 7 yang menjadi
rumah utama, oleh warga lokal disebut Mbaru
Niang. Kata Mbaru dapat diartikan
sebagai rumah dan Niang sendiri bisa
berarti tinggi dan bulat. Jika kita
perhatikan rumah kita pada umumnya memiliki atap sedangkan pada Mbaru Niang bentuk rumahnya seperti
kerucut dan meruncing keatas. Bentuk ini memiliki simbol perlindungan dan rasa
persatuan dalam kehidupan masyarakat Waerebo. Budaya masyarakat desa Waerebo
masih terjaga hingga kini.
gambar Mbaru Niang Desa waerebo
Keunikan
desa Waerebo telah mendapat pengakuan dari
UNESCO pada bulan Agustus 2012 sebagai warisan budaya dengan menyisihkan 42
kandidat dari negara lain. Kata wae
sendiri oleh penduduk lokal manggarai bisa diartikan sebagai air. Keberadaan
desa Waerebo sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka dan sudah didiami oleh
sekitar 19 generasi atau sekitar 1000 tahun. Desa Waerebo termasuk dalam salah
satu desa tertinggi di Indonesia.
suasana desa waerebo
Menurut
data yang tercatat desa ini memiliki warga sekitar 800 jiwa dimana 1 rumah bisa
dihuni hingga 8 keluarga yang mendiami
sekitar rumah adat "Mbaru Niang".
Sejarah Waerebo
Bagi
wisatawan yang telah berkunjung ke desa ini, secara umum mereka takjub akan
keindahan alam serta suasana desa Waerebo. Ada cerita tersendiri yang beredar
dari turun temurun tentang asal muasal desa ini terbentuk. Sejarah desa ini konon
memiliki keterkaitan dengan keturunan Ranah Minang, Sumatera Barat. Selain
terkenal akan tempat wisata di Padang dan kulinernya yang khas, ternyata Ranah
Minang juga memiliki peran penting dalam asal usul adanya desa ini.
Berawal
dari kisah seorang pria keturunan asli Minangkabau bernama Empo Maro, dimana
suatu ketika ia memutuskan pergi berlayar untuk merantau meinggalkan Padang
untuk mencari jati diri versi lain menceritakan bahwa Empu Maro melarikan diri
dari kampung karena merasa difitnah dan akan dibunuh. Beliau akhirnya berlayar
ke berbagai pulau di Indonesia seperti Pulau Sumnatera dan Sulawesi dan
mendapatkan istri dalam perantauannya. Hingga pada suatu ketika ia tiba di
Labuan Bajo, Flores dan melakukan perjalanan ke arah utara hingga sampai
disebuah tempat bernama "Waraloka". Kemudian tak begitu lama, Maro
pun memutuskan untuk pergi kembali dan tiba di sebuah desa bernama "Nanga
Paang" (dekat dengan Desa Dintor). Dalam kisahnya, Maro nantinya pindah
dari desa satu ke desa lainnya seperti Todo, Popo, Liho, Mofo, Golo Ponto,
Ndara, Golo Mendo, Golo Damu hingga akhirnya menetap di Waerebo sesuai dengan
petunjuk yang didapatinya dalam mimpi.
Empu
Maro yang tinggal Nanga Paang, pada suatu hari melihat kepulan asap dari
kejauhan dan kemudian tertarik untuk mendekati arah asap tersebut. Ternyata
asap tersebut berasal dari sebuah kampung bernama "Kampung Todo" dan
setibanya disana Maro langsung disambut baik oleh para warga kampung. Akan
tetapi sungguh kebetulan tak lama berselang di Kampung Todo akan diadakan
pemilihan ketua adat yang baru dan para warga memilih Empu Maro sebagai ketua
adat. Maro yang merasa tak pantas, akhirnya menolak permintaan tersebut dan
para warga pun memilih kandidat lain yang lebih muda sebagai ketua adat. Karena
hubungan yang baik antara Kampung Todo dengan Maro, maka nantinya Kampung Todo
dan Kampung Waerebo menjadi saudara. Dimana Todo (adik) dan Waerebo (kakak) sehingga
kita bisa menemukan bentuk rumah adat yang hampir sama diantara kedua kampung
ini.
Setelah
pemilihan tersebut, Maro kembali meninggalkan Todo dan datang ke sebuah kampung
bernama "Desa Popo". Singkat cerita, timbul sebuah perselisihan
antara Popo dengan kampung tetangga yang dipicu oleh Maro. Hingga pada suatu
malam saat Kampung Popo akan diserang, datanglah seekor Luwak diatas rumah
Maro, kemudian Luwak itu mengisyaratkan pada Maro agar pergi meninggalkan Popo.
Berkat Luwak tersebut, ia selamat dari maut dan memilih untuk menetap di sebuah
kampung bernama "Mofo", hal inilah yang membuat Waerebo nantinya
memiliki hubungan khusus dengan hewan Luwak yang menghasilkan kopi arabica seperti saat ini.
Belum
lama Empu Maro tinggal di Kampung Modo, ia kembali terlibat perselisihan dan kembali
terpaksa harus pergi meninggalkan kampung tersebut. Akhirnya ia memutuskan
untuk pergi kearah gunung hingga tiba disebuah kampung bernama
"Ndara" yang dihuni oleh dua keluarga. Namun karena kembali
berselisih, maka kedua keluarga tersebut lebih memilih untuk meninggalkan
Kampung Ndara dan meninggalkan Maro sendiri dikampung tersebut. Karena tak
tahan hidup sendiri, maka membuat Maro kembali harus pergi dan tiba disebuah
kampung bernama "Golo Damu".
Di
Kampung Golo Damu inilah Empu Maro menemukan tambatan hati dan memutuskan untuk
menikah. Akan tetapi belum lama pernikahan tersebut berjalan, Maro kembali
mendapatkan ujian berupa sebuah kutukan yang membuat siapapun keluarga sang
istri yang tinggal satu rumah dengan Maro pasti meninggal dunia. Tak tahan dengan
kutukan tersebut, maka Maro dan istri memutuskan untuk pindah kembali ke sebuah
kampung bernama "Golo Mendo". Hingga pada suatu malam, Maro
mendapatkan sebuah mimpi yang mengharuskan ia pergi kembali menuju sebuah
lembah tanah datar untuk menetap dan suatu saat ia akan berkembang ditempat
tersebut, kemudian memberikan nama pada tempat itu dengan nama Waerebo.
Setelah
berfikir, maka Maro memutuskan untuk mengikuti mimpi tersebut dan pergi kebawah
gunung yang berisikan sebuah lembah hijau yang subur, kemudian memberikan nama
sesuai dengan mimpi tersebut. Ditempat inilah Maro tinggal dan mendapatkan
keturunan hingga ia sekeluarga dapat tinggal dengan bahagia. Keturunan Empu
Maro inilah yang hingga kini terus bertahan berpegang teguh pada prinsip adat budaya
yang telah turun temurun tetap dijaga hingga kini generasi ke-19. Seperti yang
tersirat dalam sebuah bahasa lokal "Neka Hemong Kuni Agu Kalo" yang
berati "Ware Rebo adalah tanah kelahiran, warisan dan tanah air yang tak
akan pernah terlupakan".
Kopi Flores Khas Desa Waerebo
Jika
nantinya kamu memiliki kesempatan untuk wisata ke Desa Waerebo, jangan lupa
untuk mencicipi atau membawa pulang oleh-oleh kopi desa waerebo yang sangat terkenal.
Kopi unik ini dapat kamu beli langsung dari para warga sekitar yang mayoritas
menggantungkan hidupnya dari bertani dan pengolahannya masih secara
tradisional. Selain kopi oleh-oleh lain
berupa kain tenun hasil kerajinan masyarakat desa Waerebo.
kopi khas desa waerebo
Tips Berkunjung Ke Desa Waerebo
Jika
anda ingin menyaksikan acara adat seperti upacara penti yang dilakukan
masyarakat desa Waerebo maka berkunjunglah pada bulan November. Upacara ini diadakan sebagai rasa syukur atas hasil
panen dan perdamaian yang terjaga didalam masyarakat.
Upacara adat penti
Hormati
setiap aturan adat yang berlaku dan diwariskan secara turun temurun, Salah satu
contoh adat yang berlaku adalah tidak menerima tamu diatas jam 6 sore.
Saat
berkunjung ke desa Waerebo alangkah baiknya jika anda membawa buku bacaan atau
ilmu pengetahuan untuk disumbangkan ke masyarakat desa mengingat akses telekomunikasi yang masih
terbatas.
Semoga
artikel tentang Keunikan Desa Waerebo
dapat bermanfaat dan membuat kita semakin menghargai kearifan lokal yang makin
langka di zaman modern ini.