Hidroponik dan Keunggulannya
Masyarakat
awam yang belum pernah mendengar kata hidroponik
tentunya bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan hidroponik? Mengapa kita perlu menggunakan hidropnik sementara tanah di negeri kita Indonesia masih begitu
luas dan belum termanfaatkan secara optimal? Apa saja keunggulan hidroponik? Dan masih banyak pertanyaan
yang berkaitan dengan hidroponik.
Artikel dibawah ini akan mengupas tentang hidroponik,
dan banyak informasi yang akan anda dapatkan setelah membaca artikel ini,
semoga bermanfaat dan memberi “jalan
terang” untuk kita semua.
Hidroponik
berasal dari kata Yunani hydro yang
berarti air dan ponos (ponik) yang
berarti daya. Jadi hidroponik dapat kita artikan sebagai suatu cara bercocok
tanam tanpa menggunakan tanah seperti pada umumnya tetapi menggunakan air
sebagai unsur utama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Hidroponik
dikenal juga sebagai soiless culture atau
budidaya tanaman tanpa tanah.
Teknik
budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah pada mulanya menjadi populer setalah
Francis Bacon pada tahun 1627 menulis sebuah buku berjudul “Sylva Sylvarum” yang dicetak setahun
setelah kematiannya. Buku tersebut berisikan cara bercocok tanam tanpa
menggunakan media tanah tetapi menggunakan air sebagai sumber nutrisi. Tahun
1699 John Woodward melakukan percobaan budidaya air dengan tanaman spearmint
dan menemukan bahwa tanaman dengan sumber-sumber air yang dipenuhi unsur hara
tumbuh lebih baik daripada tanaman yang menggunakan air murni.
Tahun
1859 – 1865 ahli botani dari Jerman bernama Julius Von Sachs dan Wilhelm Knop
melakukan pengembangan terhadap budidaya tanpa tanah dengan menggunakan larutan
pada pemenuhan kebutuhan nutrisi mineral bagi tanaman yang menjadi standar
penelitian dan teknik pembelajaran yang digunakan hingga kini.
Tahun
1929, William Frederick Gericke dari Universitas California di Barkeley mulai
mempromosikan secara terbuka tentang Solution
Culture yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian, tetapi awalnya
menyebut dengan nama Aquaculture baru
pada tahun 1937 atas saran WA Setchell dari Universitas of California William
menciptakan istilah Hidroponik yang
digunakan hingga saat ini.
Kelebihan
dari budidaya tanaman dengan menggunakan teknik
Hidroponik :
·
Tidak memerlukan tanah
·
Pemberian nutrisi dapat diukur sehingga
lebih efektif dan efisien
·
Steril dan bersih
·
Harga jual tanaman lebih tinggi
· Tanaman tumbuh lebih cepat karena
kebutuhan nutrisi selalu tersedia
· Memberikan hasil yang lebih banyak
dengan luas lahan yang lebih kecil
·
Media tanam d apat digunakan berulang
kali
·
Mudah dalam memanen hasil
·
Bebas dari gulma / tumbuhan pengganggu
·
Waktu panen dapat dipersingkat
·
Mempercantik interior taman dan rumah
Media
tanam hidroponik merupakan media tanam yang tidak menyediakan unsur hara tetapi
bersifat hanya sebagai penyangga tanaman atau tempat bertumbuhnya tanaman.
Beberapa contoh media tanam hidroponik :
·
Arang sekam
Arang sekam merupakan
hasil dari proses pembakaran kulit padi yang memiliki sifat ringan, porous, dan
memiliki harga sangat ekonomis. Arang sekam bukan hanya digunakan untuk
hidroponik tetapi untuk budidaya tanaman lainnya.
·
Rockwool
Rockwool merupakan
salah satu media tanam yang banyak digunakan oleh petani hidroponik. Pertama
kali dibuat pada tahun 1840 di Wales oleh Edward Parry. Rockwool mempunyai
kemampuan menampung air hingga 14 kali kapasitas tampung tanah serta dapat
mengoptimalkan penggunaan larutan nutrisi.
·
Spons
Spons atau sering juga
disebut busa merupakan salah satu media hidroponik yang sangat baik dalam
menyimpan dan menyerap larutan nutrisi.
·
Sabut kelapa / Cocopeat
Cocopeat merupakan
media tanam yang terbuat dari sabut kelapa dan merupakan media tanam yang ramah
lingkungan, memiliki rentang ph antara 5,0 – 6,8.
·
Expanded clay / Hidroton
Hydroton merupakan
media tanam hidroponik yang terbuat dari bahan dasar lempung yang dipanaskan
dan dibentuk bulatan-bulatan berukuran 1- 2,5 cm.
·
Perlite
Perlite adalah media
tanam hidroponik yang dibuat dari batuan silica yang dipanaskan pada suhu
tinggi. Perlite memiliki aerasi yang bagus sehingga sangat baik untuk
pertumbuhan akar.
·
Batu apung
Batu apung atau Pumis
(pumice) merupakan batuan vulkanik yang mempunyai sifat sangat ringan dan dapat
terapung atau mengambang diatas air.
·
Vermiculite
Vermiculite juga
terbuat dari batuan yang dipanaskan dan memiliki sifat yang hampir sama dengan
perlite namun vermiculite memiliki daya serap air lebih tinggi dan bobot lebih
ringan dari perlite.
· Pasir Malang
Pasir malang merupakan sisa
magma / lahar dari gunung berapi. Kadang digunakan sebagai media tanam hidroponik
mengingat sifatnya yang porous atau mudah dilewati larutan.
·
Kerikil
Kerikil merupakan
batuan yang ukurannya kecil terkadang digunakan sebagai media tanam hidroponik
dan dapat digunakan dalam jangka waktu panjang sehingga sangat ekonomis.
·
Serbuk Kayu ( serbuk gergaji )
Serbuk kayu merupakan
limbah dari proses pabrik kayu yang ukurannya bervariasi, ada yang bentuknya
halus dan juga ada yang berserat kasar.
Macam – macam teknik hidroponik yang
dapat diterapkan :
1.
Static
solution culture ( kultur air statis )
Di
Indonesia lebih dikenal dengan istilah teknik apung (rakit apung) dan sistem
sumbu (wick system) dimana air bersifat statis atau tidak bergerak (diam), merupakan teknik hidroponik yang
akarnya secara terus – menerus tercelup didalam air yang diletakkan pada wadah
yang berisi larutan nutrisi. Teknik ini merupakan teknik paling sederhana dari
semua teknik hidroponik.
Ø Sistem sumbu ( wick system )
Media tanam dapat
berupa rockwool, kapas, spons atau bahan lain yang dapat menyerap larutan di isikan pada wadah tanam (net pot, gelas plastik, dll) lalu pada bagian
bawah wadah tanam diberi potongan kain flannel,
sumbu yang dapat menyerap larutan ke akar tanaman melalui potongan kain atau
sumbu.
Ø System Rakit Apung
Sistem rakit apung menggunakan lembaran gabus / styrofoam yang dilubangi dan diisi pot-pot kecil yang telah diisi media tanam sebelumnya.
Agar
larutan nutrisi dapat bersikulasi secara merata perlu diberi oksigen dengan
menggunakan mesin gelembung udara (aerator) atau dengan pompa air yang digunakan pada aquarium, pada skala yang lebih
besar diperlukan pompa bertenaga medium yang biasa digunakan untuk pancuran
kolam dan taman.
Aerator bisa tidak digunakan namun jika tidak diberi aerator maka larutan yang berada dibagian bawah menjadi tidak terserap karena larutan tidak bersirkulasi dan akar tanaman kurang mendapat asupan oksigen yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
2.
Continous
– flow Solution Culture ( kultur air sirkulasi )
Sistem
ini menggunakan larutan nutrisi yang terus mengalir dan bersirkulasi melewati
akar dan memiliki potensi untuk mendistribusikan larutan nutrisi ke ribuan tanaman
dengan membuat tangki penyimpanan nutrisi yang besar. Ada dua teknik hidroponik
yang populer pada sistem ini yaitu system NFT dan DFT.
Ø Sistem NFT ( Nutrient Film
Technique )
Suatu metode budidaya
tanaman dengan lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman
dapat memperoleh nutrisi dan oksigen secara maksimal. NFT banyak digunakan
petani hidroponik berskala besar dengan menggunakan wadah talang / gully
berbentuk trapesium.
Beberapa keunggulan
menggunakan sistem NFT, antara lain :
Ø Pertumbuhan
tanaman lebih cepat
Ø Perawatan
sistem NFT lebih praktis
Ø Produktivitas
lebih tinggi
Ø Pertumbuhan
tanaman yang lebih seragam
Ø Endapan
/ kotoran pada talang / gulli lebih sedikit
Kekurangan
menggunakan Sistem NFT, antara lain :
Ø Biaya
pembuatan sistem NFT tergolong tinggi / mahal
Ø Penularan
penyakit pada tanaman lebih cepat
Ø Biaya
listrik cukup besar
·
Sistem
DFT ( Deep Flow Technique )
Sistem hidroponik
menggunakan sirkulasi larutan yang bergerak tetapi menyisakan genangan nutrisi
pada pipa, pada umumnya sistem ini menggunakan pipa paralon ukuran 2,5 – 4 inch.
Genangan larutan nutrisi bervariasi antara 2 – 5 cm sehingga pompa tidak harus
selalu dinyalakan.
Kekurangan
system hidroponik DFT, antara lain :
· Resiko akar menjadi busuk akibat
tergenang
· Larutan nutrisi lebih banyak dibutuhkan
untuk menggenangi tanaman
· Suplai oksigen lebih sedikit karena
larutan tidak bersirkulasi secara terus menerus
3.
Aeroponik
Aeroponik merupakan sistem
hidroponik dimana tanaman akan tumbuh dengan akar menggantung diudara dan
secara berkala dibasahi dengan butiran-butiran larutan nutrisi yang halus
seperti kabut.
Teknik aeroponik telah
terbukti sukses secara komersial dalam perkecambahan benih kentang, produksi
tomat, dan tanaman daun.
4.
Drip
Irrigation / Irigasi Tetes
Sistem irigasi tetes
merupakan sistem budidaya tanaman dengan cara meneteskan air dan larutan
nutrisi diatas permukaan tanah ( media tanam ) atau dibawah permukaan tanah dengan
tujuan meminimalisir penguapan. Jaringan irigasi tetes terdiri dari pipa utama,
pipa sub utama dan pipa lateral. Pada ujung pipa lateral terdapat pemancar
(emitter) yang digunakan untuk mendidtribusikan air / larutan nutrisi secara
merata pada tanaman sesuia kebutuhan. Emiter diletakkan di dekat perakaran
sehingga media tanam yang berada di daerah perakaran selalu lembab.
Keunggulan
sistem hidroponik irigasi tetes, antara lain :
· Menghemat listrik karena larutan nutrisi
diletakkan ditempat yang agak tinggi sehingga larutan nutrisi dapat turun
akibat gaya gravitasi bumi. Pompa hanya digunakan dalam keadaan tertentu.
·
Larutan nutrisi diletakkan langsung ke
setiap akar tanaman
· Akar ta kadang terjadi papa pipa emitter (pemancar) akibat kotoran sehingga larutan air / nutrisi tidak mengalir.
· Kerusakan pipa yang diakibatkan oleh
tikus atau binatang lain jika jaringan pipa diletakkan pada kebun, hal ini bisa
diminimalisir jika sistem dipakai pada green
house.
5.
Dutch
Bucket
Sistem ini mirip dengan
system NFT dimana sirkulasi nutrisi berjalan secara continue (terus menerus), dimana nutrisi dialirkan dari tandon ke media
tanam kemudian sebagian dari nutrisi tersebut kembali ke tandon dan proses
tersebut terjadi berulang selama waktu tertentu dan diatur sesuai keinginan.
Perbedaan dengan sistem NFT hanya pada jaringan instalasi yang berbeda. Media
tanam yang biasa digunakan pada Dutch Bucket berupa hidroton, perlite, batu
apung, zeolit.
Beberapa jenis tanaman
yang biasa ditanam dengan sistem Dutch Bucket yaitu ; tomat, semangka, terung, cabai,
paprika, anggur, melon, mentimun.
6.
Akuaponik
Sistem ini
mengkombinasikan antara aquakultur dan hidroponik dalam suatu sistem budidaya
tanaman yang bersifat simbiotik (saling menguntungkan). Secara normal kotoran
ikan yang dipelihara dalam suatu wadah dapat menjadi racun akibat akumulasi
amoniak jika tidak dibersihkan secara periodik. Sistem aquaponik merubah
kotoran ikan menjadi nitrat dan nitrit melalui proses alami lalu digunakan
sebagai nutrisi dalam budidaya tanaman .
Sistem
aquaponik yang diterapkan dapat menjadi nilai tambah dimana kita dapat memanen
dua hasil sekaligus yaitu ikan dan tanaman. Pada umumnya ikan yang diterapkan
pada sistem aquaponik adalah ikan nila, lele, mujair atau ikan tawar komersial
lainnya.
Setelah
mengetahui teknik- teknik hidroponik yang dapat kita terapkan pada budidaya
tanaman, kita perlu mempersiapkan alat dan bahan penunjang sistem hidroponik
yang akan kita gunakan, yaitu:
1.
Benih
sayuran daun dan sayuran buah
Benih yang tersedia di
toko pertanian sangat beragam, benih sayuran yang umum digunakan pada teknik
hidroponik antara lain sawi, selada, kangkung, bayam, pakchoy, tomat, cabai,
kentang, terung, melon, semangka atau tanaman yang bernilai komersil.
2.
Nutrisi
Hidroponik
Nutrisi hidroponik
merupakan kunci utama dari budidaya tanaman menggunakan sistem hidroponik.
Dipasaran telah tersedia berbagai macam merk dan jenis nutrisi baik untuk
tanaman sayur daun ataupun sayuran buah. Biasanya kita kenal dengan pupuk ab mix. Apabila kita mempunyai
pengetahuan tentang membuat pupuk, kita dapat meraciknya sendiri dengan
mempergunakan bahan-bahan kimia yang tersedia ditoko pertanian atau toko kimia.
3.
TDS
meter, EC meter, dan pH meter
·
TDS adalah singkatan “ Total Disolved Solids” atau “jumlah
padatan terlarut”. TDS meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah
padatan atau pertikel terlarut dalam air. Satuan yang digunakan pada TDS meter
adalah ppm “Part Per Million”. Alat ini diperlukan untuk mengetahui apakah
larutan yang kita buat telah sesuai (tidak kurang atau lebih). Kebutuhan
nutrisi suatu tanaman berbeda – beda tiap tanaman.
· EC “Electrical Conductivity “ meter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur nilai konduktivitas jumlah partikel terlarut. Satuan yang digunakan pada EC meter adalah mS/cm (milli siemen/cm) tetapi pada umumnya hanya disebut 1 ec atau 2 ec untuk memudahkan penyebutan. EC meter dan TDS meter sama-sama dapat digunakan untuk mengukur kepekatan suatu larutan nutrisi hidroponik, jika kita tidak memiliki EC meter kita dapat menggunakan TDS meter begitupun sebaliknya.
· PH meter digunakan untuk mengukur
derajat asam atau basa suatu media tanam atau air. ph air diukur sebelum dan sesudah
penambahan larutan nutrisi hidroponik. Pengukuran ph ditentukan dari angka 1 –
14. Angka 7 menunjukkan netral. Dibawah angka 7 menunjukkan kondisi asam,
sedangkan angka diatas 7 hingga 14 menunjukkan basa.
Setelah
mengetahui keunggulan dan kekurangan masing-masing sistem hidroponik diatas
kita dapat menyesuaikan teknik hidroponik yang tepat yang dapat kita terapkan
dengan mempertimbangkan segala aspek, baik menyangkut kemudahan memperoleh
bahan baku, dana yang tersedia, serta sarana pendukung lainnya, kita juga dapat
belajar hidroponik dengan bahan sederhana sebagai awal.