Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dayak dan senjata khas legendaris

Dukun, Rohani, Roh, Suku, Sihir, Etnis

Suku Dayak merupakan salah satu suku di Indonesia yang sangat terkenal dan disegani di dunia. Mandau,  Minyak Bintang, panglima burung, budaya Ngayau, Tato suku dayak, ilmu mistik, kearifan lokal, bahkan gadis-gadisnya yang cantik dan mempunyai pesona tersendiri membuat suku dayak sangat menarik perhatian dunia. Artikel dibawah ini akan mengupas hal-hal apa saja yang membuat suku ini mempunyai kharisma tersendiri yang membuat begitu banyak masyarakat penasaran tentang suku Dayak.

1.     Suku Dayak

Suku Dayak adalah nama yang diberi oleh penjajah kepada penghuni pedalaman Pulau Borneo (Kalimantan). Etnis dayak adalah etnis terbesar yang terletak di Pulau Kalimantan. Terbagi menjadi empat wilayah yaitu; Kalimantan Tengah, Kalimanatan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Beberapa subetnis dayak di Kalimantan tengah:

  • Ngaju, subetnis terbesar yang mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kahaya, Rungan Manuhing, Barito, dan Katingan.
  • Bakumpai, mendiami tepian daerah aliran sungai Barito
  • Maanyan, mendiami bagian timur Kalimantan Tengah seperti Barito Timur dan Barito Selatan
  • Ot Danum, mendiami daerah utara Kalimantan Tengah
  • Siang Murung, mendiami Timur Laut Kalimantan Tengah / Kabupaten Murung Raya
  • Taboyan, mendiami sepanjang tepian aliran sungai Teweh
  • Lawangan, mendiami bagian timur Kalimantan Tengah / Barito Timur
  • Dusun, mendiami wilayah aliran sungai Barito dari Barito Selatan sampai Murung Raya, dan subetnis lainnya dalam jumlah kecil. 

Ada tiga etnis dominan di Kalimantan Tengah yaitu etnis Dayak (46,62%), Jawa (21,67 %) dan Banjar (21,03 %). Kawasan utama etnis Dayak yaitu daerah pedalaman, kawasan utama etnis Jawa yaitu daerah transmigrasi dan kawasan utama etnis Banjar yaitu daerah pesisir dan perkotaan.

2.               Senjata Khas suku Dayak

·                  Mando ( Mandau )

Mandau merupakan benda yang selalu dibawa oleh masyarakat Dayak terutama kaum pria yang bentuknya seperti parang dan merupakan salah satu ciri khas suku Dayak. Mandau tidak boleh digunakan secara sembarangan dan hanya digunakan untuk berjaga-jaga atau dipergunakan dalam keadaan tertentu.

Mando berasal dari bahasa Dayak Kalimantan Tengah, “Man” merupakan singkatan dari “kuman” yang berarti makan dan ‘do” singkatan dari kata “dohong” yaitu pisau belati khas Kalimantan Tengah. Jadi Mando singkatan dari “makan dohong”, maksudnya adalah karena sejak Mando menjadi senjata populer di Kalimantan Tengah mengalahkan dohong yang merupakan senjata awal milik Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Mando adalah sebutan yang benar buat senjata khas suku Dayak sedangkan Mandau adalah cara pengejaan dalam bahasa Indonesia.

Mando berbeda dengan parang biasa, Mando memiliki ukiran-ukiran dibagian bilahnya yang tidak tajam, terkadang kita menjumpai tambahan lubang-lubang dibilahnya yang ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah Mando. Mando asli mempunyai penyang, penyang adalah kumpulan-kumpulan ilmu suku dayak yang didapat dari hasil bertapa atau petunjuk leluhur yang digunakan untuk berperang. Penyang akan membuat orang yang memegang mando menjadi sakti, kuat, dan kebal dalam menghadapi musuh. Mando dan penyang merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan secara turun temurun oleh para leluhur suku Dayak.

Kumpang merupakan sarung bilah mando biasanya terbuat dari kayu dilapisi tanduk rusa, pada umumnya dihiasi dengan ukiran. Pada kumpang Mando diberi tempuser undang, yaitu ikatan yang terbuat dari anyaman uei (rotan). Selain itu pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu berisi pisau penyerut dan kayu gading yang dipercaya dapat menolak binatang buas. Mando yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang dengan jalinan rotan.

Ambang adalah sebutan bagi Mando yang terbuat dari besi biasa, sering dijadikan cenderamata. Orang awam atau orang yang tidak terbiasa melihat atau memegang Mando biasanya sulit membedakan antara Mando dengan Ambang karena secara kasat mata keduanya hampir sama. Tetapi jika kita seksama melihat Mando maka kita dapat melihat perbedaan pada Mando biasanya lebih kuat serta lentur dan terdapat ukiran yang terbuat dari emas, perak atau tembaga hal ini disebabkan Mando terbuat dari batu gunung yang mengandung besi dan diolah oleh ahlinya, sedangkan Ambang hanya terbuat dari besi biasa.

Bahan baku Mando asli biasanya terbuat dari besi (sanaman) Mantikei yang terdapat di hulu Sungai Matikei, Desa Tumbang Atei, Sanama, Matikei, Katingan. Besi ini bersifat lentur dan mudah dibengkokkan. Mando asli Mantikei berharga mahal bahkan sampai puluhan juta rupiah. Gagang Mando biasanya terbuat tulang tanduk rusa, cula babi, dan juga tulang hewan buruan lain.

 Mando Mantikei yang pernah penulis lihat sangat unik karena Mando ini tidak tajam  dan dapat dibengkokkan serta diluruskan kembali seperti semula , Mando yang tidak tajam tersebut akan menjadi sangat tajam jika terkena darah, berbeda dengan Ambang yang bahan bakunya hanya didapat dari peer mobil, bilah gergaji mesin, cakram kendaraan, dan bahan besi lainnya. Konon kabarnya Mando asli biasanya dapat terbang sendiri dan memburu musuhnya dari jarak jauh karena dalam pembuatannya Mando tersebut memerlukan ritual khusus yang hanya dapat dilakukan oleh Tetua Adat suku Dayak.

·                  Lonjo, Tombak suku Dayak

Lonjo merupakan senjata tradisional yang berasal dari Kalimantan Barat yang mempunyai bentuk seperti Tombak dengan mata yang sangat runcing dan pada bagian mata Lonjo terkadang diberi racun untuk mempercepat dan melumpuhkan hewan buruan. Lonjo sering kali dilengkapi dengan tangkai yang berongga sebagai pengganti selongsong sipet / sumpit bila dalam keadaan terdesak.

·              Dohong

Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam pada kedua sisinya (sebelah – menyebelah) dan merupakan senjata tertua di pulau Kalimantan. Bahkan asal kata Mando berasal dari kata Dohong seperti yang telah dijelaskan diatas. Pada bagian ujungnya terbuat dari tanduk dan sarungnya terbuat dari kayu. Menurut kabar, senjata ini hanya boleh dipergunakan oleh para Tetua suku Dayak dan jarang diperlihatkan seperti Mando. Itulah sebabnya kita jarang sekali mendengar tentang Dohong dibanding Mando.

·              SIPET

Sipet merupakan senjata tradisional Suku Dayak berupa sumpit (alat tiup). Sipet terdiri dari dua bagian, yang pertama adalah sipet atau sumpit yang terbuat dari bambu atau kayu berongga yang memiliki panjang 1,5 – 2,5 meter sedangkan yang kedua yaitu Damek atau anak sumpit. Rongga pada bagian bambu atau kayu sipet memiliki ukuran antara 0,35 sampai 0,75 cm. Panjang Sumpit disesuaikan dengan tinggi badan orang yang mengunakannya.

Pada pembuatan Sipet, kayu berongga atau bambu yang dipakai harus lurus lurus 100 %, hal ini bertujuan agar saat di gunakan nanti tembakan menjadi akurat dan terarah. Para pria suku Dayak yang ahli dalam menggunakan sipet, dapat menembakkan anak sumpit dari jarak jauh puluhan sampai seratus meter.

Damek atau anak sumpit biasanya dibuat dari bambu atau kayu kecil yang diruncingkan pada bagian mata anak sumpit dengan bentuk bulat yang terbuat dari jenis kayu yang massanya ringan, biasanya terbuat dari kayu pelawi. Ini biasanya diberi racun yang terbuat dari getah pohon ipuh atau upas ( Antiaris toxicaria ), yang memiliki racun yang sangat mematikan. Racun Damek oleh suku Dayak Lundayeh disebut Parir. Konon seekor harimau dewasa yang terkena anak sumpit yang telah dilumuri racun getah pohoh ipuh akan mati dalam waktu kurang dari 10 menit.